Erna, Siswi SMA Korban Penindasan Teman. Sebelum pindah ke kota kecil itu, Erna bersekolah di sebuah sekolah internasional di Jakarta. Namun karena ayahnya dipindahtugaskan ke kota kecil itu, mau tidak mau Erna harus ikut pindah ke sana. Di kota itu tidak ada sekolah yang cukup baik, sehingga terpaksa Erna masuk ke sebuah sekolah negeri yang terkenal dengan keberandalan anak-anaknya.
Hari pertama masuk sekolah, seluruh mata menatap kepada Erna. Bagaimana tidak, gadis itu berkulit putih mulus dan terawat, tidak seperti mayoritas gadis-gadis di sekolah itu. Mukanya imut menggemaskan, badannya yang tidak terlalu tinggi didukung oleh payudara dan pantat yang terbilang cukup montok dibandingkan ukuran tubuhnya yang mungil.
Tidak hanya murid-murid, para guru di sekolah itu juga kagum dengan kecantikan Erna. Mungkin karena alasan itulah Erna selalu mendapatkan nilai yang lebih baik daripada teman-temannya. Hal inilah yang menyebabkan murid-murid populer di sekolah itu mulai benci kepada Erna, karena ia selalu mendapatkan perhatian lebih dari guru-guru dan kakak kelas.
Nuno adalah teman sekelas Erna. Sebelum kehadiran Erna, ia adalah primadona di kelas itu. Ia merasa posisinya tergeser oleh Erna, sehingga ia pun merencanakan niat balas dendam. Ia mengumpulkan teman-temannya, tiga orang perempuan dan tiga orang pria, untuk mengerjai Erna sepulang sekolah.
Hari itu, Nuno dan teman-temannya meminta Erna untuk tinggal di kelas sepulang sekolah, dengan alasan ingin kerja kelompok. Saat Nuno dan beberapa temannya sudah berkumpul di ruang kelas, tiba2 mereka mengunci pintu ruangan itu dan menutup semua tirai. Dengan cepat mereka merekatkan plester ke mulut Erna sebelum ia sempat berteriak. Mereka mendorong Erna yang tidak sanggup melawan karena badannya yang mungil itu ke atas meja, sehingga mulai dari pinggul hingga kepalanya terlungkup di atas meja. Kedua tangan dan kaki Erna diikat ke kaki-kaki meja kayu itu, sehingga Erna tidak bisa berkutik.
Nuno pun memulai pembicaraannya, “Udah cukup lo mencuri perhatian di sekolah ini, Na, sekarang saatnya lo ngerasain, apa akibatnya kalo berani-berani nyaingin kita!”
Salah satu teman Nuno, yang bernama Astuti, lalu mencengkeram pinggul Erna, lalu memeloroti rok seragam yang dikenakannya. Dengan posisi menungging di atas meja seperti itu, pantat Erna yang montok tampak sangat menggairahkan, tertutup oleh celana dalam yang berwarna putih.
“Coba kalo anak nakal hukumannya diapain?” tanya Nuno.
“Pukulin pantatnya!” sahut teman-temannya.
Kemudian Astuti merobek celana dalam Erna dengan kasar, sehingga dua bulatan daging yang tampak kenyal itu kini terpampang jelas di hadapan teman-temannya. Anak-anak pria di kelas itu pun mengomentari pantat Erna yang sekal dan putih itu. Merasa dipermalukan di hadapan teman sekelasnya, Erna mulai menangis dan meronta minta tolong, namun ikatan di tubuhnya dan plester di mulutnya menyebabkan ia tidak dapat berkutik.
Salah satu murid pria yang bernama Anto lalu mengambil penggaris kayu sepanjang 50 cm yang biasa dipakai guru untuk membuat garis di papan tulis. Membayangkan apa yang akan menimpa dirinya, Erna pun mulai mengguncang-guncangkan tubuhnya, tanpa berhasil melepaskan dirinya. Ketakutannya itu terjawab ketika Anto memukulkan penggaris itu keras-keras ke pantat Erna. Bunyi “plak” yang nyaring menggema di kelas yang sunyi itu, disambut jeritan tertahan yang keluar dari mulut Erna. Bahkan ayahnya sendiri tidak pernah memukulinya dengan cara seperti itu. Teman-teman Nuno pun bergantian memukuli kedua bongkahan pantat Erna dengan penggaris kayu itu, meninggalkan bekas-bekas merah di pantat Erna yang mulus itu.
Setelah puluhan pukulan penggaris mendarat di bongkahan pantat Erna, akhirnya penggaris itu patah karena dipukulkan terlalu keras. Masih belum puas, murid-murid pria pun melepaskan ikat pinggang mereka, lalu mencambuki pantat dan punggung Erna dengan ikat pinggang kulit mereka. Tangisan Erna semakin menjadi-jadi karena rasa sakit luar biasa yang ia rasakan. Nuno dan teman-teman perempuannya tersenyum puas melihat penderitaan Erna yang selama ini mencuri popularitas mereka di sekolah. Tidak lupa mereka merekam adegan memalukan itu supaya Erna tidak mengadukan hal ini ke siapa-siapa.
Setelah puas memukuli dan mencambuki tubuh Erna yang malang itu, mereka mengambil spidol dan mencoret-coret punggung, pantat, dan paha Erna dengan kata-kata kasar. Para murid pria memanfaatkan kesempatan itu untuk meremas-remas dan sesekali memukuli bagian-bagian pribadinya. Mereka melarang Erna menghapus coretan itu hingga keesokan harinya. Kemudian Nuno menarik bra yang dipakai Erna dari belakang hingga ikatannya terputus dan bra itu terlepas. Bra dan celana dalam Erna lalu dilemparkan kepada murid-murid pria yang langsung memperebutkannya dan mencium-ciumi pakaian dalam Erna tersebut.
Salah satu dari mereka memiliki ide brilian. Ia mengambil sekotak pin yang biasa digunakan untuk menempelkan kertas di papan pengumuman. Pin itu disodorkan di depan muka Erna, yang menggeleng dengan penuh rasa ngeri akan apa yang kelak akan diperbuat teman-teman bejatnya itu. Kemudian anak-anak itu dengan brutal menancapkan belasan pin tersebut ke bongkahan pantat Erna yang sudah penuh dengan bekas cambukan itu, membuat tangisan Erna semakin menjadi-jadi. Pin-pin yang sudah ditancapkan kemudian dicabut kembali, meninggalkan bekas luka yang meneteskan darah. Kemudian Astuti mengambil beberapa buah jeruk nipis yang dijual di kantin, lalu meneteskannya ke bekas luka di pantat Erna. Erna merasakan perih yang luar biasa, tanpa bisa menghentikan perbuatan teman-temannya itu.
Setelah puas, Nuno dan teman-teman perempuannya meninggalkan kelas itu. Namun teman-teman prianya belum puas. Mereka bersama-sama mengocok penis mereka sambil memandangi tubuh Erna yang sempurna itu. Hari itu adalah saat pertama Erna melihat penis seorang lelaki. Maklum, ia adalah seorang anak yang sangat menjaga kesuciannya. Beberapa di antara mereka juga memaksa Erna untuk mengulum penis mereka, setelah terlebih dahulu melepas plester di mulut Erna. Erna pun menggeleng enggan untuk membuka mulutnya, namun salah satu pria menyodokan patahan penggaris kayu tadi ke dalam lubang pantantnya, sehingga Erna terpaksa membuka mulutnya dan menjerit. Anak-anak itu lalu memuncratkan spermanya di dalam mulut serta di wajah Erna. Anak-anak yang lain memeperkan sisa sperma mereka di sekujur tubuh Erna.
Mendengar suara teriakan Erna yang sedang dilecehkan beramai-ramai, tiga orang satpam sekolah itu bergegas ke ruang kelas Erna. Mereka pun kaget melihat pemandangan di depan mata mereka: seorang gadis cantik yang telanjang dan terikat di atas meja, dikerumuni oleh beberapa siswa lelaki. Para satpam itu kemudian mengusir para siswa lelaki itu keluar dari kelasnya. Sekarang di kelas itu hanya ada Erna dan tiga orang satpam yang berperawakan tinggi besar dan sangar. Para satpam itu melepaskan ikatannya, melepaskan penggaris kayu yang tertancap di pantatnya, mengambil air, lalu membersihkan sperma yang mengotori sekujur tubuh Erna. Erna merasa lega karena berpikir bahwa satpam-satpam itu akan membebaskannya. Namun pikirannya berubah saat ia menyadari satpam-satpam itu meremas-remas payudara Erna saat membersihkan sisa sperma di bagian itu. Mereka keasyikan meraba-raba tubuh Erna, sehingga timbul niat mereka untuk memperkosa gadis malang itu.
Dua orang satpam kemudian memegangi kedua tangan Erna, sementara ketua dari tim satpam itu melepaskan pakaiannya sendiri, menunjukan batang penisnya yang ukurannnya berkali-kali lipat dari ukuran penis teman-teman lelaki Erna.
“Jangan, jangan, ampun Pak, saya sudah cukup menderita,” ujar Erna lirih.
Tentu tidak ada pria normal yang mau melepaskan gadis mungil secantik Erna begitu saja. Tanpa basa-basi, satpam pertama pun menusukan penisnya ke vagina Erna, garis sempit yang dikelilingi rambut-rambut halus yang baru tumbuh itu.
“AAAAAKH sakit Pak ampunnn, lepaskan!” teriak Erna.
“Gila enak banget nih memek perawan, sempitnya minta ampun!” satpam itu merancau tanpa mengindahkan permintaan Erna.
Dengan brutal satpam itu menggenjot vagina Erna, hingga payudaranya berguncang hebat. Selain menahan rasa sakit luar biasa pada vaginanya, Erna juga memikirkan masa depannya yang hancur seketika. Teringat wejangan ayahnya untuk menjaga keperawannya hingga menikah kelak. Ayahnya memang sangat ketat dalam menjaga putrinya. Bahkan cici Erna yang lebh tua beberapa tahun diusir dari rumah karena ketahuan melakukan hubungan seks dengan pacarnya. Erna pun takut akan mengalami kejadian yang serupa. Bagaimana bila ayahnya tidak percaya kalau dirinya diperkosa? Pikiran Erna dibuyarkan saat satpam itu mencengkeram dan meremas payudara Erna kuat-kuat.
“Gua udah mau keluar nih!”
“Please jangan di dalam Pak, saya mohon!”
Tentu saja perkataan Erna itu tidak digubris. Satpam itu memuncratkan spermanya ke rahim Erna. Setelah mencabut penisnya dari vagina Erna, terlihat luapan sperma dan darah perawan yang keluar dari vagina Erna yang membengkak akibat diperkosa dengan brutal. Setelah itu satpam-satpam lainnya bergantian memperkosa Erna. Mereka bahkan memanggil teman-temannya untuk bersama-sama menikmati tubuh Erna, mulai dari petugas kebersihan hingga penjaga kantin. Total belasan lelaki dewasa memperkosa tubuh Erna yang malang pada hari itu. Erna diperkosa bukan hanya di vaginanya, namun juga di mulut dan anusnya, bahkan ketiga lubang itu dimasuki secara bersamaan. Ia diperkosa dalam keadaan terlentang, menungging, berdiri, bahkan kedua tangannya digantung ke langit-langit kelas itu, lalu vagina dan anusnya diperkosa secara bersamaan.
Mereka juga tidak segan-segan untuk menyakiti tubuh Erna. Beberapa orang mengambil penjepit kertas berwarna hitam dari koperasi sekolah, lalu menggunakannya untuk menjepit kedua puting susu Erna, bahkan mereka juga menjepit clitoris dan bibir vagina Erna. Para petugas kebersihan menusukan gagang sapu mereka ke vagina dan anus Erna, sehingga bagian-bagian sensitif itu mengucurkan darah. Seluruh tubuh Erna yang putih mulus itu kini penuh dengan bekas pukulan, tamparan, cambukan, dan cupangan, baik oleh teman-teman lelakinya, maupun oleh para petugas sekolah itu. Setelah tubuhnya disiksa habis-habisan dan dimasuki belasan penis, Erna pun tidak sadarkan diri.
***
ada yang mau bikin lanjutannya gan? apa yg terjadi pada Erna selanjutnya? apakah mereka akan melepaskan Erna begitu saja?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar