Selasa, 26 Februari 2013

Hasil Penelitianku Bersama Sri - 04

Dari bagian 3

Setelah Sri tidak berdaya lagi, aku berdiri lalu mengangkat kedua kaki Sri ke atas tempat tidur sehingga terlentang, meskipun penisku belum menumpahkan cairan kenikmatan yang kental, namun aku biarkan saja dulu Sri istirahat karena waktu masih panjang yakni baru jam 7.30 malam. Kami berada di rumah itu sekitar 3 jam lebih. Alasan keterlambatanku pada istri, bisa kupikirkan sebentar setelah aku menyelesaikan tugas utamaku di kamar Sri. Sambil Istirahat, aku membakar sebatang rokok, biar lebih santai dan sedikit bijaksana pada Sri yang terlalu capek.

Sepuluh menit kemudian, aku semakin penasaran ingin merasakan nikmatnya jika penisku masuk dan memuntahkan peluru ke dalam vagina Sri. Aku sengaja bermaksud memuncratkan spermaku ke dalam vagina Sri karena pengalamanku menunjukkan lebih nikmat dibanding muncrat di luar, apalagi aku tidak takut dibuahi oleh zat telur Sri, karena ia sudah keluar duluan. Karena itu, niatku hanya memuaskan diriku sendiri dengan cepat setelah Sri mengalaminya, agar ia tidak tambah capek lagi.

"Maaf kak, aku tertidur. Kukira Kakak juga tidur. Aku betul-betul tidak sadar tadi. Mungkin karena terlalu dibuai kenikmatan" kata Sri padaku ketika ia terbangun dan melihatku memainkan puting susunya dengan mulut dan tanganku secara bergantian.

Aku sangat terangsang memandang seluruh lekuk-lekuk tubuhnya yang telanjang bulat sejak tadi sambil mengisap rokokku. Setelah Sri memeluk tubuhku dan mencium pipiku, ia bertanya:

"Apakah Kak juga merasa puas seperti aku?" tanya Sri serius.
"Aku puas menikmati tubuhmu dik, cuma aku belum sampai ke puncaknya" jawabku sambil memeluk Sri dan meletakkan paha kananku menindis vagina montoknya yang belum banyak ditumbuhi bulu-bulu itu.
"Jadi Kak mau lanjutkan untuk menuju ke puncak sekarang" tanya Sri sambil tersenyum, lalu kembali memelukku dengan erat.
"Sebelumnya aku mohon maaf Dik Sri. Banyak sekali teknik dan gaya sex yang ingin kutunjukkan padamu, tapi kulihat Sri sudah terlalu capek dan sudah cukup menikmati perselingkuhan kita hari ini, maka aku rasa adik tidak keberatan jika ronde kedua ini hanya untuk kenikmatan pribadiku" kataku hati-hati pada Sri agar ia tidak tersinggung.
"Terima kasih Kak atas kebijaksanaannya. Aku justru senang dan merasa berkewajiban melayani Kak hingga puncak kepuasan. Masa sih aku senang sendiri membiarkan Kak pulang dengan rasa penasaran tanpa kesan puas" kata Sri pasrah, bahkan merasa berkewajiban untuk memuaskanku.
"Terima kasih Dik atas kesediaannya, mm.. Cup.." kataku lalu mengecup bibirnya berkali-kali sebagai tanda kegembiraanku.

Burung kenikmatanku yang berdiri mengacung sejak tadi, seolah memaksa tanganku untuk membalikkan tubuh Sri ke posisi nungging. Sri pun pasrah menerima tindakanku. Namun karena ia masih lemas, ia hanya bisa rapatkan wajahnya ke kasur dengan pantat diangkat tinggi-tinggi. Kali ini aku tidak banyak mempermainkan tubuhnya, karena aku memang tidak bermaksud memuaskannya. Kebutuhanku cuma satu yaitu menumpahkan spermaku ke dalam vaginanya. Penisku yang berdiri keras segera kuarahkan masuk ke lubang vaginanya dari belakang dan ternyata bisa masuk dengan mudah karena posisi pinggulnya terangkat tinggi-tinggi lagi pula masih sedikit basah sebab belum sama sekali ia melapnya sejak peristiwa yang baru ia alami.

"Kak, agak sakit kak. Aku kurang enak melakukan posisi seperti ini. Gimana kalau Kak tidur terlentang lalu aku yang aktif menduduki burung kak? Nggak keberata khan?" tawaran Sri seolah tidak suka nungging.
"Tidak masalah dik. Posisi apa saja asalkan Kak bisa muncrat" kataku sambil mengeluarkan penisku dari dalam vaginanya dan terus tidur dengan sedikit mengganjal pinggulku dengan bantal kepala agar posisi penisku bisa lebih ke depan dan terasa lebih panjang masuk ke vaginanya.

Sri mulai mengangkangiku sambil menguak kedua bibir vaginanya dengan kedua tangannya, sementara aku membantu mengarahkan penisku agar lebih mudah masuknya. Ternyata betul, tanpa kesulitan sedikitpun, penisku masuk menyelusup damn amblas seluruhnya. Aku tidak tahu apakah Sri juga bisa merasakan kenikmatan atau tidak, tapi aku merasa nikmat sekali. Penisku terasa seolah dipijit dan diurut oleh sesuatu benda halus dan hangat.

Loncat-loncat sambil memutar pinggulnya nampaknya sudah jadi aktifitas khusus bagi Sri saat itu. Kepalanya melenggok kiri, kanan, maju dan mundur dengan rambut terurai. Nafas terengah-engah pertanda capek. Aku hanya membantu dengan mengangkat pinggul mengiringi gerakan pinggulnya. Sri nampaknya memaksa kekuatannya untuk memuaskanku semakin lama semakin cepat gerakannya. Beberapa menit kemudian, aku mulai ada tanda-tanda mau muncrat. Terasa dari cairan hangat mulai mendesak keluar seolah mengiringi aliran darahku. Tubuhku mulai mengejang yang dibasahi keringat.

Semakin lama, semakin cepat dan semakin keras gerakan Sri, rasanya semakin mengejang pula seluruh saraf-saraf kenikmatanku. Cairan hangat yang terasa dari ujung perutku semakin sulit ditahan dan dibendung, apalagi aku tidak bermaksud menahannya sebab itulah yang ketunggu-tunggu sejak tadi.

Suara "Auh.. Uuukkhh.. Aiihh" itulah yang senantiasa terdengar dari mulutku, sementara Sri hanya terdiam, namun tidak pernah berhenti bergerak dan bergoyang pinggul di atasku.

"Sri, terus, cepat, semakin keras lagi, ayo terus," pintaku dengan napas terputus-putus pada Sri.

Namun baru aku mau minta izin pada Sri agar aku bisa keluarkan spermaku ke dalam vaginanya, sperma itupun tumpah dengan sendirinya tanpa bisa lagi ditunda setapak pun. Bersamaan dengan itu, aku mengangkat pinggulku dan kepalaku untuk merapatkan tubuhku pada Sri dan meraih kedua payudaranya yang loncat-loncat dengan indahnya sejak tadi serta menarik-nariknya dengan keras. Namun Sri membiarkanku, bahkan ia mulai juga melenguh seolah merasakan suatu kenikmatan. Baru aku mau melemaskan seluruh otot-ototku yang sejak tadi kejang-kejang akibat kenikmatan luar biasa, tiba-tiba Sri menyelusupkan tangannya masuk ke selangkangannya dan memegang penisku yang sedikit mulai loyo seolah ia belum mau keluarkan dari vaginanya. Aku tersentak kaget, karena aku tidak bermaksud membebaninya dengan kenikmatan lagi, apalagi jika sampai terangsang lagi. Bisa-bisa zat kelaminku dibuahinya.

Setelah kuyakini kalau Sri juga mulai terangsang, aku justru khawatir ia bisa kecewa jika tidak bisa sampai ke puncaknya. Aku sama sekali tidak menyangka hal itu bisa terjadi di saat-saat kekuatanku habis terkuras. Aku tidak memiliki lagi modal untuk memuaskannya. Untung saja aku bisa sedikit memaksa agar penisku bertahan di tempatnya mumpun masih ada sisa-sisa cairan di dalamnya sehingga masih sedikit berdiri. Aku membantunya memegang terus dan tidak banyak bergerak agar tidak terlepas dari mulut vaginanya.

Dengan bantuan jari tengahku, aku gerak-gerakkan penisku ke dalam vaginanya dan ternyata Sri bisa menikmatinya. Untung saja Sri sudah berada di ambang pintu kenikmatan sehingga aku tidak perlu terlalu lama memainkan tanganku, apalagi ada kekhawatiran Sri akan kecewa jika aku berhenti tanpa ia puas. Iapun merapatkan wajah dan tubuhnya di atas dadaku sebagai tanda kepuasannya. Aku kembali lega dan bahagia karena ia bisa kembali merasakan kenikmatan kedua kalinya.

Setelah kami bangkit dari tempat tidur itu dan selesai membersihkan kemaluan kami, bahkan mandi bersama dalam kamar mandi khususnya, aku lalu kembali duduk di kursi. Sementara Sri duduk di atas pangkuanku sambil melingkarkan tangannya ke leherku dalam keadaan kami masih bugil

Entah bagaimana pikiran Sri ketika itu, tapi aku tak pernah berhenti memikirkan kalau-kalau Sri hamil, apa jadinya nanti. Kami bisa malu seumur hidup, apalagi jika ketahuan orang banyak.

"Kak, kenapa termenung? Apa Kak kecewa dan tak puas atas layananku tadi atau menyesal memenuhi panggilanku ke sini?" tanya Sri saat aku terdiam sejenak memikirkan akibat perbuatan kami. Teguran Sri membuatku kaget.
"Tttitidak, aku hanya takut kamu tidak puas dan kecewa tadi" alasanku.
"Saya tahu yang Kak pikir, pasti takut aku tidak bayar biaya penyusunan karya ilmiah itu, yah khan?" kata Sri mencoba menebak isi pikiranku.
"Bukan itu dik, aku sama sekali tak pikir ke situ. Lagi pula aku berat dan malu memikirkan hal itu setelah Sri memberiku segalanya" kataku.
"Lalu apa yang Kak pikirkan? Jangan-jangan Kak takut dimarahi istrinya. Jangan khawatir kak, khan masih belum larut malam. Kak bisa buat alasan yang bisa meyakinkan istrinya. Masa sih dekat istri Kak bisa selingkuh denganku, lalu hanya soal pulang terlambat tidak bisa diakali" katanya.

Setelah puas bercumbu rayu di atas kersi, kami lalu sama-sama bangkit dan mengenakan pakaian. Setelah itu, Sri menarik laci mejanya dan mengeluarkan sejumlah uang dari dompetnya lalu menyodorkanku. Setelah beberapa kali kutolak dan kusampaikan rasa beratku, akhirnya aku ambil juga uang itu setelah aku tak berdaya menolaknya. Setelah kuhitung, justru lipat dua kali lebih banyak dari kesepakatanku semuka. Aku berusaha mengembalikan sisanya, tapi ia tetap memaksaku mengambilnya. Berkali-kali kuucapkan terima kasih dan berjanji akan mengenang jasa-jasa baiknya itu, tapi ia hanya senyum, lalu berkata:

"Kak, tolong jangan menolak pemberianku. Aku memberimu itu semata-mata karena bahagia, senang dan bangga bisa menikmati sex pertama kali dari pria yang sebenarnya sangat kukagumi, apalagi mau membantu dalam proses penyelesaian kesarjanaanku. Malah itu belum cukup kak" katanya padaku.

Kami saling berjanji akan memperaktekkan semua posisi sex di lain waktu dan sebelum aku pamit, ia memintaku agar aku menemaninya malam itu agar kami bisa mengulangi hubungan sex kami beberapa kali lagi. Tapi setelah kuutarakan resikonya pada istriku, akhirnya ia mengerti dan mengizinkan aku pulang agar perselingkuhan kami tidak bocor. Bahkan sebelum aku keluar dari pintu rumahnya, ia sempat menciumku dan berkata:

"Kalau aku hamil atau tidak ada laki-laki yang mau mengawiniku akibat hubungan kita ini, apa Kak mau tanggungjawab mengawiniku?" tanya Sri seolah main-main karena ia ucapkan sambil tertawa.

Namun hal itu bisa saja terjadi sewaktu-waktu. Setelah aku kaget dan merenung sejenak:

"Apa boleh buat dik, itu namanya resiko yang dipertanggungjawabkan. Mudah-mudahan tidak terjadi dik, malah aku akan tanggungjawab carikan jodohnya dengan cepat ha.. Ha.. Ha," jawabku sambil ketawa lalu pergi.

Setelah aku sampai di rumah, aku langsung menyerahkan uang itu pada istriku dan ia gembira sekali karena jumlahnya melebihi kebutuhan mendesaknya. Iapun sempat bertanya soal keterlambatanku pulang, namun seolah tak serius. Aku hanya beralan kalau ayahnya Sri memintaku bincang-bincang soal kemudahan penyelesaian kesarjaan anaknya, meskipun semua itu kebohongan belaka agar ia tidak curiga. Aku lalu ke tempat tidur dan aku memang tidur dengan pulas karena kelelahan.

*****

Bagi teman-teman yang tertarik kisahku ini, silahkan ikuti terus lanjutan kisah seruku bersama Sri, karena hal ini nampaknya agan berlanjut beberapa kali lagi atau jika mau kenalan denganku, dapat menghubungi emailku.

E N D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar